Kinayah : mi kuning di warung bu Samat


Hal yang paling tidak menyenangkan bagi Kinay adalah ketika sedang asyik bermain tiba-tiba dipanggil ibu untuk diminta beli ini itu. Meskipun sangat enggan mau tak mau dia harus segera pulang.

Dan setelah menerima perintah dari ibu untuk membeli sesuatu di warung bu Samat, sambil membawa sejumlah uang dia kembali mendekati teman-teman.

"Ikut yuk ke warung bu Samat, aku disuruh ibu beli beras" Kinay berusaha mengajak teman-teman.

Setelah berdiskusi sebentar antara mau ikut atau tidak, akhirnya ada dua teman dari empat yang bersedia menemaninya. Esti dan Tatik.

Warung bu Samat letaknya kurang lebih seratus meter saja dari tempat tinggal Kinay. Setelah melewati beberapa belokan di gang-gang sempit sampailah mereka di tempat tersebut. Tetapi ramai sekali pengunjungnya dan semuanya orang dewasa.

Warung bu Samat memang selalu ramai pembeli. Selain ukurannya besar dan jenis jualannya lengkap, sepertinya terkenal juga karena harganya lebih murah dibanding warung-warung yang lain. Segala barang sepertinya ada semua di warung ini. Dari kebutuhan pokok, bumbu dapur, alat tulis sampai minyak tanahpun dijual disini. 

Selain mempunyai warung yang besar ini, bu Samat adalah pemilik kontrakan. Dia dan suaminya mempunyai banyak rumah yang disekat-sekat kemudian dikontrakkan. Selain rumah, tanah kosongnya juga tersebar dimana-mana. Bahkan beberapa waktu yang lalu sudah selesai membangun rumah kontrakan baru yang lebih modern. Bukan berupa rumah besar yang kemudian disekat-sekat melainkan berupa bangunan yang sudah dikotak-kotak dengan ukuran tertentu dan ada pintu sendiri ditiap ruangan itu. Meskipun kamar mandi masih jadi satu dengan kamar mandi umum yang diperuntukkan khusus untuk penyewa kontrakannya.

Ayah Kinay adalah salah satu penyewa kontrakannya. Kontrakan yang keluarga Kinay tempati berupa sebuah rumah besar yang disekat jadi empat dan mereka menempati salah satu sisinya yang menghadap ke jalan raya.

Kinay berusaha menyeruak masuk diantara orang-orang itu diikuti teman-teman dibelakang. Mereka berdiri disela-sela tempat yang masih tersisa dibagian paling pojok belakang. Ditempat itu suasananya hampir gelap karena tidak terkena sinar matahari sama sekali. Remang-remang meskipun hari masih siang.

Bu Samat masih asyik melayani pembeli dewasa, sambil mengajak mengobrol para pembelinya. Bu Samat tampaknya tidak menyadari kehadiran Kinay dan teman-temannya. Para pembeli lain juga tidak, mereka tampak asyik terus mengobrol sambil sesekali diselingi tawa.

Mengetahui situasi ini Kinay dan teman-teman saling berpandangan sambil cemberut.
"Ayo bilang Nay, jangan kelamaan di sini" Esti menyenggol lengannya.

"Bu Samat beli beras satu kilo" kata Kinay berusaha berkata sekeras mungkin.

Tetapi sepertinya tidak ada yang mendengar. Mereka terus saja ngobrol dan tertawa-tawa. Mungkin suara Kinay kurang keras ya? Lalu dia katakan lagi kalimat tadi dengan suara yang menurutnya sudah paling keras. Tetap saja mereka tidak mendengar.

Akhirnya Kinay, Esti dan Tatik diam saja, menunggu para pembeli pulang satu persatu. Menunggu giliran mereka untuk dilayani. Meskipun mereka capek juga berdiri sedari tadi.

Apa karena mereka masih tergolong anak-anak yang masih kelas empat SD, dengan ukuran tubuh kecil sehingga tidak terlihat? Tetapi tidak juga kan?  Alasan satu-satunya mungkin karena mereka datang paling belakang sehingga memang harus antri sesuai urutan ya.

Kinay dan teman-teman mulai gelisah, celingak-celinguk mencari sesuatu yang entah apa. Tiba-tiba Tatik memegang tangan Kinay. Kinay menoleh kearahnya sambil memberi isyarat bertanya, ada apa.

Mata Tatik melirik kesuatu benda di depan mereka. Kinay mengikuti maksudnya. Yang kemudian dilihat adalah ada tampah besar yang diletakkan di atas meja dan ditampah itu terhampar mi berwarna kuning. Mi ini memang sengaja dibiarkan terbuka tanpa pembungkus. Mi kuning ini atau yang biasa disebut mi basah biasanya dijual pedagang mi jawa yang berjualan dimalam hari atau penjual bakso keliling. Tatik yang memulai memegang mi itu, kemudian Esti dan Kinay mengikuti.

Semula mereka hanya memegang saja sambil memilin-milin. Kenyal. Mereka saling tertawa. Lirih. Kemudian berbisik-bisik.

"Enak ini, ibuku pernah beli dipasar" bisik Esti.
"Tapi ini masih mentah"
"Tapi tetap enak. Coba saja"
"Enggak ah, kamu aja yang coba, kan kamu yang nyuruh" bisik Kinay diantara mereka.

Esti memotong sedikit mi itu menggunakan tangan kemudian memasukkan ke mulutnya. "Enak..coba saja"
Kinay dan Tatik saling berpandangan tanpa berkata-kata. Kemudian Esti kembali mengambil sedikit mi lagi dan memakannya lagi sambil wajahnya tersenyum penuh arti.

Kinay dan Tatik akhirnya mengikuti. Mula-mula sedikit, ternyata enak juga rasanya. Mi kuning itu empuk ketika digigit, dan ada rasa agak asin. Mereka saling tersenyum sambil terus mengambil mi itu sedikit demi sedikit.

Tentu saja dalam menjalankan aksi ini mereka berusaha supaya tidak terlihat oleh orang-orang dewasa yang ada disekitar situ, meskipun yakin tidak ada yang memperhatikan karena orang-orang dewasa masih saja ngobrol sambil sesekali tertawa.   

Beberapa menit kemudian mereka terpaksa harus menghentikan aksi ini karena bu Samat tampak mendekat. Oh rupanya dia sudah menyadari kehadiran Kinay dan teman-teman.

"Beli apa kalian?" tanya bu Samat sambil mengamati tingkah mereka yang cekikikan, karena sewaktu bu Samat mendekat tadi bersamaan dengan tangan Esti yang akan mengambil mi lagi, untung bu Samat tidak menyadari. Dengan reflek Esti menarik tangannya yang hampir menyentuh mi kuning itu. Lucu, kejadian itulah yang membuat mereka geli.

"Beras satu kilo" jawab Kinay sambil menyerahkan sejumlah uang.

Sekeluarnya mereka dari warung itu, sebuah rencanapun segera tersusun, yang tak lain jika nanti kembali lagi kesana mereka akan mencari tempat yang sama sehingga bisa berdekatan dengan posisi mi kuning tadi. Mereka ingin mengambil mi itu lagi, sedikit demi sedikit sampai puas, hahaha.

Benar saja, ketika esok harinya Kinay disuruh ibu ke warung bu Samat lagi, Esti dan Tatik langsung mendampingi tanpa perlu ditawari. Sambil menunggu giliran dilayani, diam-diam mereka asyik menikmati mi kuning dipojok warung tanpa ada yang menyadari. Sambil tertawa tertahan. Mulut mereka mengunyah pelan. Sambil kode-kodean, melihat kiri kanan siapa tahu bu Samat akan mendekat menghampiri.

Begitu pula besoknya.
Besoknya.
Dan besoknya lagi.
Hihihi.

Hari ini ada yang berbeda ketika mereka masuk ke warung bu Samat. Sebelum mereka sampai dipojokan tempat favorit itu, bu Samat sudah menegur Kinay lebih dulu.
"Beli apa Nay?" bu Samat mendekat kearah mereka.

Kinay kaget juga, padahal di sana masih banyak pembeli seperti biasanya. Bukankah seharusnya bu Samat membiarkan mereka beberapa saat dulu baru setelah para pembeli pulang satu-persatu baru dia menanyakan apa yang akan dibeli?

Langkah mereka terhenti diujung kalimat bu Samat. Mereka saling berpandangan. Kemudian baru menyadari bahwa para pembeli disekeliling warung itu secara bersamaan menatap mereka. Hah, ada apa ini?

"Mau beli apa? Cepat, sini aku layani dulu. Daripada mi kuningku kalian habiskan setiap hari"

Apa? Mereka ketahuan? Kinay terpaku ditempatnya berdiri. Malu. Mata orang-orang itu menatap mereka dengan tajamnya. Sebelum sempat Kinay berbuat apa-apa, tiba-tiba Esti dan Tatik bergegas pergi dari sana. Mereka melarikan diri, meninggalkan Kinay disana sendiri.

Ditengah perasaan malu dan kesal, tahu-tahu air mata Kinay deras mengucur keluar. Kinay menangis. Sesenggukan. Mengetahui itu, mungkin bu Samat menjadi iba padanya. Suara bu Samat mulai pelan ketika sekali lagi menanyakan apa yang akan dibeli. Seorang pembeli menggandeng Kinay untuk menyerahakan uang dan membantu menerima belanjaan yang diulurkan bu Samat kepadanya.

"Besok-besok nggak boleh makan mi ini lagi ya?" kata bu Samat sambil mengusap kepalanya. Kinay hanya mengangguk. Kemudian pulang masih dengan sesenggukan.

Ah, kapok deh Kinay. Dia enggak mau lagi dipermalukan seperti itu didepan banyak orang. Meskipun Kinay merasa sebenarnya bu Samat juga ikut andil bersalah. Kenapa  mereka dicuekin waktu kemarin itu? Dan yang paling mengherankan, bagaimana bisa bu Samat akhirnya mengetahui perbuatan mereka? Entahlah. Yang pasti Kinay sangat menyesal dan berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi.


baca juga : sepotong kue ulang tahun buat Kinay




Postingan populer dari blog ini

Minum Langsung Dari Gelasnya

Kinayah : keriting di salon!

Kinayah : Kartinian